Rabu, 29 Mei 2013

Susah Menjaga Konsistensi (Tanpa Ijazah)

Sistem dunia kerja yang kita tahu adalah outsourcing dan kontrak kerja. Masuk diminta ijazah, keluar diminta denda.

Saya gak mau bikin sistem begitu. Tidak manusiawi. Belakangan kondisi memaksa saya berpikir ke arah kontrak kerja. Perspektif baru muncul karena kekecewaan yang berulang-ulang. Kontrak kerja oke juga. Namun, dengan apa saya menahan mereka -yang melamar jadi pegawai-? Ijazah?

Apa perlunya lulusan SD atau SMP bekerja dengan modal ijazahnya? Saya butuh tenaga mereka. Saya kasih duit sebagai timbal baliknya. Tanpa mereka sadari, saya juga senang berbagi ilmu & pengalaman kerja. Ilmu menghitung, ilmu menganalisa, ilmu bikin prioritas. Sayangnya mereka melihat pendek. Sedikit yang bisa melihat panjang ke masa depan. Apa yang mereka kerjakan pada awalnya dan pada sebagian besar masa bekerjanya hanya pekerjaan yang menuntut tenaga fisik. Seiring dengan kefasihan mereka bekerja dan kesalahan-kesalahan yang terjadi di lapangan, mereka mendapat 'lebih'. Kelebihan itu yang namanya ilmu. Kelak ketika mereka mau buka usaha peternakan sendiri atau tempat makan sendiri, mereka sanggup melakukannya.

Karate Kid membuktikan. Perbuatan yang dilakukan berulang-ulang tidak melulu membosankan bila dikerjakan sambil berpikir. Gerakan mengecat pagar naik turun bisa jadi gerakan melawan musuh. Gerakan mengelap dengan tangan berputar-putar di kap mobil terbukti bisa jadi gerakan menangkis serangan lawan.

Saya pikir juga begitu yang terjadi di Kolam dan di Kedai Lele saya. Pekerjaannya melelahkan: bergelut dengan yang kotor-kotor & bau anyir. Bekerja di Kedai Lele saya juga apalagi, bekerjanya dibawah tekanan konsumen. Memasak harus cepat tapi tepat. Wajah tetap ramah dan semuanya, bagaimanapun chaosnya, harus bersih.

Banyak pegawai-pegawai saya terdahulu menyerah. Tidak kuat kecapekan. Tidak sanggup kotor-kotoran. Tidak mau banyak dapat tanggungan pekerjaan.

Kadang saya bertanya-tanya. Apakah saya terlalu jauh mendorong mereka untuk bekerja atau otaknya pada gak kesampaian untuk melaksanakan tugasnya? Misteri kebodohan ini harus segera diselesaikan karena saya butuh pegawai dengan konsistensi yang baik. Bukan datang untuk pergi tiga hari kemudian.

Apa perlu lulusan SMA dan Universitas bekerja dengan modal ijazahnya? banyak yang masih menggangapnya perlu. Saya tidak. Tapi berdasarkan pengalaman saya, untuk sementara menahan ijazah adalah kunci semua masalah kepegawaian. Seandainya ada lulusan tingkat kampus mau bekerja dengan saya di peternakan, saya mau mengajaknya. Kalau saja ada lulusan universitas yang mau bekerja di dapur saya di Kedai Lele, saya pasti menerimanya. Saya minta ijazahnya. Saya tahan ijazahnya. Demi konsistensi.

Demi Tuhan.



2 komentar:

  1. Pemikiran yang keren

    BalasHapus
    Balasan
    1. hatur nuhun terima kasih :) sebenernya mikir gampang, bertindak yang susah.

      Hapus